Jumat, 25 Oktober 2013

Labour in islamic economic

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tenaga kerja sebagai sumber daya aktif merupakan salah satu faktor bagi kelancaran suatu proses produksi dalam suatu perusahaan atau organisasi. Keberadaan tenaga kerja dalam menjalankan aktivitasnya, seharusnya didukung oleh sarana dan prasarana serta bentuk manajemen yang baik dan manusiawi, agar tenaga kerja tersebut dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan harapan perusahaan tanpa rasa kecewa, ketidakpuasan dan kecemasan.
Tenaga kerja sebagai faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah oleh buruh. Alam telah memberikan kekayaan yang tidak terhitung, tetapi tanpa usaha manusia semua akan tersimpan. Banyak Negara di Asia Timur, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Selatan yang kaya akan sumber alam tapi karena mereka belum mampu menggalinya maka mereka tetap miskin dan terbelakang, oleh karena itu disamping adanya sumber alam juga harus ada rakyat yang bekerja sungguh-sungguh, tekun dan bijaksana agar mampu mengambil sumber alam untuk kepentingannya.

Al Qur’an telah memberi penekanan yang lebih terhadap tenaga manusia. Ini dapat dilihat dari petikan surat An Najm:

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى 
 Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang diusahakannya.”(An Najm: 39)
Siapa yang bekerja keras akan mendapat ganjaranmasing-masing yang sewajarnya. Prinsip tersebut belaku bagi individu dan juga Negara. Al Qur’an menunjukkan prinsip asas tersebutdalam surat Al Anfaal:



 عَلِيمٌسَمِيعٌ اللَّهَ وَأَنَّ بِأَنْفُسِهِمْ مَا يُغَيِّرُوا حَتَّىٰ قَوْمٍ عَلَىٰ أَنْعَمَهَا نِعْمَةً مُغَيِّرًا يَكُ لَمْ اللَّهَ بِأَنَّ ذَٰلِكَ 
Artinya: “Demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan terhadap suatu kaum hingga kaumitu merubah apa yng ada pada mereka sendiri dan sesungguhnyaAllah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui”. Al Anfaal:53)

B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan di bahas pada bab pembahasan di belakang diantaranya yaitu:
1.      Apa yang dimaksud pasar tenaga kerja?
2.      Bagaimana tenaga kerja dalam perspektif Islam?
3.      Bagaimana Kontrak Tenaga Kerja (Ijarah) dalam Perspektif Ekonomi Islam?
4.       Bagaimana bentuk  Kurva Penawaran Tenaga Kerja dengan Mashlahah Marginal Konstan?
5.      Bagaimana Batas Penawaran Tenaga Kerja?
6.      Bagaimana Efek berkah terhadap penawaran tenaga kerja?
7.      Bagaimana Penawaran Tenaga Kerja Dan Input?
8.      Bagaimana Pemaknaan Pemekerjaan Penuh (Full Employment)?

C.    Tujuan
Rumusan masalah diatas memberikan penulis pemikiran bahwa tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
a.       Agar mengetahui  definisi  pasar tenaga
b.       Agar mengetahui tenaga kerja dalam perspektif Islam
c.       Agar mengetahui Kontrak Tenaga Kerja (Ijarah) dalam Perspektif Ekonomi Islam
d.      Agar mengetahui bentuk  Kurva Penawaran Tenaga Kerja dengan Mashlahah Marginal Konstan.
e.       Agar mengetahui Batas Penawaran Tenaga Kerja?
f.       Agar mengetahui Efek berkah terhadap penawaran tenaga kerja
g.      Agar mengetahui Penawaran Tenaga Kerja Dan Input
h.      Agar mengetahui Pemaknaan Pemekerjaan Penuh (Full Employment)



BAB II
PEMBAHASAN

1.    Pasar Tenaga Kerja
            Pasar Tenaga kerja adalah suatu keadaan dimana terdapat penawaran tenaga kerja yang berasal dari angkatan kerja dan permintaan tenaga kerja yang berasal dari perusahaan. Pasar tenaga kerja sangat dinamik, karena setiap saat terjadi perubahan jumlah angkatan kerja, baik karena penambahan dari mereka yang baru lulus sekolah dan masuk kedalam kelompok angkatan kerja ataupun pengurangan karena seseorang keluar dari kelompok angkatan kerja baik karena alasan pensiun dan lainnya.
            Lesu atau maraknya pasar tenaga kerja akan sangat tergantung kepada kondisi perekonomian. Pada saat perekonomian dalam kondisi baik, mestinya permintaan akan tenaga kerja akan lebih tinggi, sedangkan pada saat perekonomian lesu, maka permintaan akan tenaga kerja juga akan turut lesu. Pada saat permintaan akan tenaga kerja tinggi, maka tingkat pengangguran akan rendah, sebaliknya jika permintaan akan tenaga kerja rendah, maka tingkat pengangguran akan meningkat. Selain itu, lesu atau maraknya pasar tenaga kerja akan menentukan besar atau tidaknya upah yang diterima oleh seorang pekerja. Semakin tinggi permintaan akan tenaga kerja, sedangkan penawaran tenaga kerja terbatas akan berdampak pada naiknya upah, sebaliknya jika permintaan tenaga kerja sedikit sedangkan penawaran tenaga kerja meningkat, maka upah akan turun.[1]

2.   Tenaga Kerja dalam Perspektif Ekonomi Islam
            Menurut Imam Syaibani: “Kerja merupakan usaha mendapatkan uang atau harga dengan cara halal. Dalam Islam kerja sebagai unsur produksi didasari oleh konsep istikhlaf, dimana manusia bertanggung jawab untuk memakmurkan dunia dan juga bertanggung jawab untuk menginvestasikan dan mengembangkan harta yang diamanatkan Allah untuk menutupi kebutuhan manusia.
            Sedangkan tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau fikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas. Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan fisik atau pikiran. Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah buruh. Alam telah memberikan kekayaan yang tidak terhitung tetapi tanpa usaha manusia semua akan tersimpan.
            Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan memproduksi, bahkan menjadikannya sebagai sebuah kewajiban terhadap orang-orang yang mampu, lebih dari itu Allahakan memberi balasan yang setimpal yang sesuai dengan amal/kerja sesuai dengan firman Allah dalam QS  an-Nahl(16) ayat 97:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

        Sedangkan Hadis  Nabi yang berkaitan dengan bekerja dapat dikemukakan antara lain:
1.      Dari Ibnu Umar r.a ketika Nabi ditanya: Usaha apakah yang paling baik? Nabi menjawab yaitu pekerjaan yang dilkukan oleh dirinya sendiri dan semua jual beli yang baik.
2.      HR. Imam Bukhari “Sebaik-baiknya makanan yang dikonsumsi seseorang adalah makanan yang dihasilkan oleh kerja kerasnya dan sesungguhnya Nabi Daud as mengonsumsi makanan dari hasil keringatnya (kerja keras)”.
Al- Qur’an memberi penekanan utama terhadap pekerjaan dan menerangkan dengan jelas bahwa manusia diciptakan di bumi ini untuk bekerja keras untuk mencari penghidupan masing-masing. Allah berfirman dala m QS. Al-Balad ayat 4:
                                                    
   كَبَدٍ فِي لْإِنْسَانَ ا خَلَقْنَا لَقَدْ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berad dalam susah payah”
Bentuk-bentuk kerja yang disyariatkan dalam Islam adalah pekerjaan yang dilakukan dengan kemampuannya sendiri dan bermanfaat, antara lain (an-Nabhani: 2002:74):
a)      Menghidupkan tanah mati (tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh satu orang pun). HR. Imam Bukhari dari Umar Bin Khattab” siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah( mati yang telah dihidupkan) tersebut adalah miliknya”.
b)      Menggali kandungan bumi
c)      Berburu
d)     Makelar (samsarah)
e)      Peseroan antara harta dengan tenaga (mudarabah)
f)       Mengairi lahan pertanian (musyaqah)
g)      Kontrak tenaga kerja (ijarah)

3.    Kontrak Tenaga Kerja (Ijarah) dalam Perspektif Ekonomi Islam
            Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh seorang ajir. Atau dengan kata lain, ijarah merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi.
            Syarat sah dan tidaknya transaksi ijarah tersebut adalah adanya jasa yang dikontrakkan haruslah jasa yang mubah. Tidak diperbolehkan mengontrak seorang ajir untuk memberikan jasa yang diharamkan. Hal-hal yang terkait dengan kesepakatan kerja dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Ketentuan kerja, ijarah adalah manfaat jasa seseorang yang dikontrakkan untuk dimanfaatkan tenaganya. Oleh karena itu, dalam kontrak kerjanya harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah, serta tenaganya. Jenis pekerjaannya harus dijelskan, sehingga tidak kabur, karena transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya adalah fasid(rusak) dan waktunya harus ditentukan, misalnya disebutkan  harian, bulanan, atau tahunan. Selain itu, upah kerjanya juga harus ditetapkan. Dari Ibnu Mas’ud berkata: Nabi SAW bersabda: “apabila salah seorang diantara kalian mengontrak (tenaga) seorang ajir, maka hendaklah diberi tahu tentang upahnya”.
2.      Bentuk kerja, tiap pekerjaan yang halal maka hukum mengotraknya juga halal. Di dalam ijarah tersebut harus tertulis jenis atau bentuk pekerjaan yang harus dilakukan seorang ajir.
3.      Waktu kerja, dalam transaksi ijarah harus disebutkan jangka waktu pekerjaan itu yang dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian atau selesainya pekerjaan tertentu. Selain itu, harus ada  juga perjanjian waktu bekerja bagi ajir.
4.      Gaji kerja, disyaratkan juga honor transaksi  ijarah tersebut jelas, dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan ketidakjelasan. Kompensasi transaksi ijarah boleh tunai dan boleh juga tidak dengan syarat harus jelas.
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis dari Abi Said “Bahwa Nabi SAW melarang mengontrak seorang ajir hingga upahnya menjadi jelas bagi ajir tersebut”.
Upah dapat digolongkan menjadi 2:
1.      Upah yang telah disebutkan (ajrul musamma) yaitu upah yang telah disebutkan pada awal transaksi, syaratnya adalah ketika disebutkan harus disertai adanya kerelaan (diterima) oleh kedua pihak.
2.      Upah yang sepadan (ajrul mistli) adalah upah yang sepadan dengan kerjanya sepadan dengan kondisi pekerjaannya. Maksudnya adalah harta yang menuntut sebagai kompensasi dalam suatu transaksi yang sejenis pada umumnya.[2]
Pengupahan tenaga kerja didasarkan nilai produk marginal (value of marginal product) juga didasarkan pada nilai keberkahan dan intensitas efisiensi. Berkah akan didapat jika berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Kompensasi dengan memerhatikan kontribusi tenaga kerja terhadap efisiensi prosuksi jelas lebih adil sebab tenaga kerja mendapatkan imbalan yang lebih proporsional dari apa yang telah mereka berikan. Jika produsen memperoleh kenaikan efisiensi (dimana tenaga kerja memiliki kontribusi) sehingga keuntungannya juga naik, maka sangat logis kalu tenaga kerja juga berhak terhadap kenaikan upah atau bagi hasil kenaikan keuntungan ini. Tenaga kerja yang dalam hal ini berada dalam perspektif Islam, selalu dituntut untuk terus belajar untuk memperoleh perbaikan termasuk dalam hal bekerja. Perbaikan yang diperoleh dalam bekerja perlu memperoleh apresiasi dari majikan dalam bentuk pemberian upah yang lebih tinggi. Pada akhirnya, pekerja akan meningkatkan produktivitasnya lagi sehingga akan semakin memberikan keuntungan kepada produsen, demikian seterusnya. [3]






4.Kurva Penawaran Tenaga Kerja dengan Mashlahah Marginal Konstan
             W            
                                                                 SL                                       Keterangan:
·         W= Upah
·         WP= Work For Pay
·         SL=Supply Labor(jumlah permintaan tenaga kerja
                                                                                  WP
            Ketika upah (W) naik maka Wp harus naik pula. Hal ini merupakan hukum dari penawaran tenaga kerja dipasar.[4]
Tujuan dari agen muslim adalah untuk memaksimumkan mashlahah yang diperoleh dari kerja yang dilakukannya, yaitu:
M= f(Wp, Ws, Bwp, Bws)
Keterangan:
1)      Wp= work for pay (bekerja untuk memperoleh upah)
2)      Work for self (bekerja untuk diri sendiri)
3)      Bwp= berkah yang ada dalam bekerja untuk memperoleh upah
4)      Bws= berkah yang ada dalam bekerja untuk diri sendiri
Agen muslim juga melihat dan  menentukan jumlah berkah rata-rata yang harus ada dari kegiatan yang dilakukan. Hal ini berperan sebagai alat seleksi bagi kegiatan yang bisa dilakukan.dalam hal ini bisa dilihat pada rumus berikut:[5]
Bp=  Bs=

5.Batas Penawaran Tenaga Kerja
            Pertanyaan yang selalu muncul berkaitan dengan pengaruh upah terhadap jumlah jam kerja yang ditawarkan adalah seberapa jauh seorang tenaga kerja akan tetap menambah jam kerjanya seandainya upahnya terus mengalami kenaikan? Pertanyaan ini terutama berkaitan dengan adanya batasan jumlah waktu yang tersedia bagi masing-masing tenaga kerja yang ada. Secara lebih spesifik pertanyaan ini diarahkan untuk mengetahui bagaimana perilaku tenaga kerja terhadap kenaikan upah ketika jumlah waktu bebas yang dipunyai semakin menipis.
            Jawaban mengenai ini secara implisit diterangkan dalam persamaan:
 

          Jika jumlah Wp semakin meningkat maka jumlah tambahan pada Wp semakin menurun, sesuai dengan hukum penurunan marginal maslahah. Hal inipun sebenarnya bisa dirasakan berdasarkan intuisi, yaitu bahwa ketika seorang tenaga kerja mengalami kenaikan upah secara terus-menerus maka ketika jumlah jam kerja Wp masih rendah maka mereka akan meningkat Wp. Dalam tahap ini dampak dari berlakunya hukum marjinal mashlahah masih belum begitu terasa. Namun ketika upah terus naik dan telah mencapai tingkat yang tinggi dan jumlah jam kerja, Wp, yang ditawarkan sudah mencapai jumlah yang tinggi pula, maka dampak dari berlakunya hukum penurunan marjinal maslahah sudah mulai mendominasi, tambahan manfaat yang diterima( dWp) terasa sudah sangat kecil. Dalam tahap ini seorang tenaga kerja semakin merasakan bahwa waktu sisa yang dimiliki semakin menipis. Ketika proses ini terus berjalan dan sisa waktu yang ada sudah tidak ada lagi, maka pada saat ini besarnya dWp sama dengan nol. Inkuitasinya adalah bahwa pekerja yang bersangkutan tidak lagi merespon kenaikan tingkat upah. Proses dari semua ini ditunjukan oleh gambar dibawah ini.
                    W
                                                SL                               




                                                                                            Wp

Gambar: Kurva Penawaran Tenaga Kerja dengan Mashlahah Marginal Menurun
Hasil di atas di peroleh dengan mengenakan asumsi cateris paribus. [6]


6.   Efek Berkah Terhadap Penawaran Tenaga Kerja
                  Dalam kasus dimana ketika batas maksimum waktu bekerja telah tercapai kemudian terdapat  perubahan  jumlah  berkah yang ada, maka akan terjadi perubahan pada hasil analisis yang akan diperoleh. Untuk mengetahui hal ini lebih detail maka kita kembali melihat persamaan diatas. Dalam keseimbangan yang  tunjukan dalam persamaan tersebut kemudia tingkat upah (W), naik tidak ceteris paribus maka penyebut dari luas kanan dalam persamamaan tersebut harus naik untuk tetap berada pada keseimbangan (mashlahah yang optima). Sementara berkah sudah di tentukan kondisinya, yaitu menjadi lebih besar.
 Dengan demikian maka tidak ada jalan lain untuk menurun terma yang ada dalam penyebut dari persamaan tersebut kecuali dengan terus menurunkan Wp meskipun saat itu dWp besarnya sudah mencapai nol yang maknanya penawaran tenaga kerjanya sudah mencapai batas atas. Dalam keadaan normal tenaga kerja sudah tidak mau lagi menambah jumlah jam kerja, tetapi dalam kasus ini dimana berkah yang di hasilkan dari bekerja naik, maka tenaga kerja yang bersangkutan akan tetap berkeinginan untuk menambah jumlah jam kerja dengan konsekuensi mengurangi jumlah reserpasi waktu luang. Kondisi ini bisa di lihat pada gambar di bawah ini.
 


            W                                SL1                         SL2

                                                              
 



                                                                WP1-Wp2= efek berkah
                                                                                                        Wp
                                               Wp1         W P2

7.  Penawaran Tenaga Kerja Dan Input
            Tenaga kerja  merupakan faktor utama dalam berproduksi. Bahkan banyak pemkiran yang menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi. Memang pendapat ini agak ekstrem, namun dalam beberapa hal, pendapat ini mendapat dukungan  dari kenyataan yang ada. Tenaga telah mengubah berbagai input menjadi output, yang mana tersebut pada akhirnya akan menjadi input dari proses produksi barang yang lain, demikian seterusnya.
            Misalnya, produksi suatu barang dengan menggunakan input bahan baku yang merupakan bahan galian (tambang). Bisa dilihat disini bahwa bahan baku tersebut tidak bisa masuk dengan sendirinya ke gudang pabrik tanpa melibatkan input tenaga kerja yang harus menggalinya dari tanah, mentransportkan dan menggudangkannya. Dalam kasus yang lain, bahan baku yang merupakan produk setengah jadi juga tidak bisa dilepaskan unsur tenaga kerja dalam pengadaannya.
            Dalam kasus yang lebih ekstrem, sekalipun tenaga kerja bisa disubtitusi oleh peralatan ataupun robot namun hal ini tidak dapat dilepaskan dari unsur tenaga kerja yang menciptakan alat maupun robot tersebut. Dengen demikian, bisa dikatakan bahwa semuanya bergantung pada tenaga kerja, oleh karenanya hal tersebut telah menjadi dasar argumen untuk menentukan tenaga kerja sebagai input utama dalam berproduksi.



            W                        SL


 


                                                                                                            (a)



                                                                                   
                                                                                                L



            W                         SL
                          
                         
                                                                                                            (b)


                                                    L Full employment                             L

                                    
Dari gambar  panel (a) diatas menunjukan keseluruhan proses penawaran  tenaga kerja dalam suatu perekonomian. Sementara dalam panel (b) menunjukan jumlah maksimum tenaga kerja yang tersedia untuk  melakukan kegiatan produksi dalam suatu perekonomian. Bisa dikatakan bahwa panel (b) merupakan kasus khusus dimana semua orang sudah bekerja, apa pun jenis pekerjaannya. Dalam analisis selanjutnya nanti, kondisi yang akan dipakai adalah situasi yang direpresentasikan dalam panel (b)  di atas. Hal ini mengingatkan bahwa dalam Islam, kerja adalah salah satu prinsip : bahwa setiap orang Islam di perintahkan untuk bekerja . orang yang tidak bekerja akan mengantungkan dirinya pada orang lain, yang berarti menempatkan tangan mereka “di bawah” tangan-tangan orang lain. Dengan tidak bekerja dia juga telah menyia-nyikan tenaganya  yang merupakan sumber daya dan harta yang bermanfaat. Ini berarti ia telah melakukan pentabdiran atas sumber daya/harta yang ada padanya dan ini di kecam oleh Allah. Sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya dalam Al-quran yang mengatakan hal ini sebagai kawan setan. Inilah argumen yang dipakai di sini untuk mengatakan bahwa setiap orang sudah bekerja yang berarti perekonomian berada pada kondisi seluruhnya bekerja(full employment).
 



     W                       SL                                                      Y

                                                                                                I=i(X,Y)                                                          
                                    L= i(X,Y)

                                                                        QL
                             Q                                                                                    X
(a)                                                                (b)

Gambar Transformasi Penawaran Tenaga Kerja ke Output Agrerat
Gambar ini menunjukan proses transformasi input tenaga kerja menjadi input yang digunakan untuk produksi di seluruh perekonomian dalam kasus ini tenaga kerja yang ada dipergunakan untuk memproduksikan semua output yang ada. Sebagai catatan, meskipun jumlah input yang sama , namun bisa menghasilakan output yang berbeda pada satu titik yang berbeda pada satu titik pilihan (kombinasi) dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingkat eksplorasi terhadap efesiensi oleh agen produksi. Pada tingkat efesiensi yang maksimum, input yang ada mampu menghasilkan tambahan output yang terbesar.[7]

8.Pemaknaan Pemekerjaan Penuh (Full Employment)
            Dalam perekonomian Islam jika setiap agen melaksanakan nilai-nilai Islam, maka akan didapati kondisi seluruhnya bekerja (Full employment). Pada situasi ini, setiap manusia yang ada telah bekerja sesuai dengan tuntutan ajaran Islam, apapun pekerjaannya.
            Setiap agen ekonomi Islam mempunyai pilihan cara untuk bekerja untuk diri sendiri (work for self/Ws) ataupun bekerja untuk memperoleh upah/gaji (work for pay/Wp). Pengertian pemekerjaan penuh adalah ketika semua orang telah bekerja baik untuk diri sendiri (Ws) maupun bekerja untuk memperoleh gaji/upah( Wp). Untuk memahami konsep ini dan mengeksplorasinya lebih jauh, maka lihat gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan ketersediaan input yang ada dalam perekonomian yang bisa digunakan untuk produksi. Hal ini tidak lain adalah gambar 1.b. setiap titik yang ada pada kurva menunjukkan kombinasi barang yang bisa diproduksi dengan seluruh input yang tersedia dalam perekonomian. Dalam perekonomian Islam, situasi perekonomian selalu tepat berada pada kurva tersebut, yang tidak lain adalah situasi pemekerjaan penuh (full employment). Hal ini mengingat bahwa setiap agen ekonomi Islam akan selalu bekerja sesuai dengan tuntutan nilai Islam. Namun terkait dengan isu efisiensi, orang belum tentu bisa memenuhi tuntutan efisiensi. Sebagai contoh, ambil satu titik kombinasi A pada gambar 1 panel (a) . pada tititk ini, tidak ada keraguan untuk mengatakan bahwa ia adalah titik pemekerjaan penuh. Untuk mengetahui apakah titik ini merupakan titik kombinasi yang mempunyai tingkat efisiensi yang maksimum, marilah kita periksa dengan cara membandingkannya dengan titik kombinasi lain; titik kombinasi B. Pada titik B ini jumlah barang X dn Y yang bisa dihasilkan dengan sejumlah input yang ada dalam perekonomian lebih besar dari yng da pada titik kombinasi A. Pada titik kombinasi A jumlah barang barang X dan Y yang bisa diproduksi adalah sebesar X2 dan Y2. Selanjutnya pada titik kombinsi C jumlah barang yang dihasilkan adalah sebesar X3 dan Y3. Pada gambar yang sama panel (b) disajikan penawaran agrerat dari masing-masing titik kombinasi.
            Titik kombinasi B ini belum sepenuhnya mengeksplorasi potensi produksi yang ada karena masih ada kemungkinan untuk terus meningkatkan produksi barang X sehingga bisa diperoleh jumlah produksi agrerat (AS), yang terdiri dari jumlah produksi barang X dan barang Y dalam jumlah yang lebih besar dalam perekonomian. Pada titik kombinasi C perekonomian baru mampu mengeksplorasi potensi produksi  secara penuh. Hal ini ditengarai oleh jumlah produksi agrerat (X+Y) pada titik kombinasi ini sebagai yang tertinggi. Pergerakan ke arah kanan maupun ke kiri dari titik C ini akan menghasilkan jumlah penawaran agrerat yang lebih kecil. Untuk itu titik C merupakan titik kombnasi yang menghasilkan outpun tertinggi
            Y                     A
 


            Y1                                      B
            Y2                                                                                            (a)
                                                                    C
            Y3                                                       
                                                                                   
                        X1              X2            X3                               X

            P                      AS                   AS                               AS
 



                                                                                                            (b)



                                                                                                            Q
                                                X1+Y1                  X2+YX3+Y3

            Gambar tersebut menunujukkan bahwa tingkat pemekerjaan penuh (full employment)  memungkinkan menghasilkan tingkat output yang berbeda-beda. Apakah tingkat output agrerat (AS) yang paling tinggi akan dipilih, jawabannya tergantung pada kemashlahatan yang akan dihasilkan secara maksimum yang belum tentu hal ini ditunjukkan oleh output yang maksimum.[8]




BAB III
P E N U T U P

A.            Kesimpulan
1.      Pasar Tenaga kerja adalah suatu keadaan dimana terdapat penawaran tenaga kerja yang berasal dari angkatan kerja dan permintaan tenaga kerja yang berasal dari perusahaan
2.      tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau fikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas. tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau fikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas.
3.      Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh seorang ajir. Atau dengan kata lain, ijarah merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi.
4.      (Full employment). Pada situasi ini, setiap manusia yang ada telah bekerja sesuai dengan tuntutan ajaran Islam, apapun pekerjaannya.















DAFTAR PUSTAKA

Huda,Nurul , dkk., Ekonomi Makro Islam, Jakarta:Kencana, 2008.

P3EI UIN Yogyakart,Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers,2009








[1]. Nurul Huda,  et.al., Ekonomi makro Islam,Kencana , Jakarta, 2008, hal. 207-208


[2]Ibid., hal. 227-230
[3] .Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UIN  Yogyakarta, Ekonomi Islam, Rajawali Pers, jakarta, 2009, hal. 358

[4].Ibid., hal. 368-369
[5] .Ibid., hal. 364-365
[6].Ibid., hal.  370
[7]. Ibid., hal. 420-423
[8]. Ibid., hal. 424-428