BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tenaga kerja sebagai sumber daya
aktif merupakan salah satu faktor bagi kelancaran suatu proses produksi dalam
suatu perusahaan atau organisasi. Keberadaan tenaga kerja dalam menjalankan
aktivitasnya, seharusnya didukung oleh sarana dan prasarana serta bentuk
manajemen yang baik dan manusiawi, agar tenaga kerja tersebut dapat bekerja
dengan baik dan sesuai dengan harapan perusahaan tanpa rasa kecewa,
ketidakpuasan dan kecemasan.
Tenaga kerja
sebagai faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam
tidak berguna bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah oleh buruh. Alam
telah memberikan kekayaan yang tidak terhitung, tetapi tanpa usaha manusia
semua akan tersimpan. Banyak Negara di Asia Timur, Timur Tengah, Afrika dan
Amerika Selatan yang kaya akan sumber alam tapi karena mereka belum mampu
menggalinya maka mereka tetap miskin dan terbelakang, oleh karena itu disamping
adanya sumber alam juga harus ada rakyat yang bekerja sungguh-sungguh, tekun dan
bijaksana agar mampu mengambil sumber alam untuk kepentingannya.
Al Qur’an
telah memberi penekanan yang lebih terhadap tenaga manusia. Ini dapat dilihat
dari petikan surat An Najm:
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Artinya: “Dan bahwasanya seorang
manusia tiada memperoleh selain apa yang diusahakannya.”(An Najm: 39)
Siapa yang
bekerja keras akan mendapat ganjaranmasing-masing yang sewajarnya. Prinsip
tersebut belaku bagi individu dan juga Negara. Al Qur’an menunjukkan prinsip
asas tersebutdalam surat Al Anfaal:
عَلِيمٌسَمِيعٌ اللَّهَ وَأَنَّ بِأَنْفُسِهِمْ مَا يُغَيِّرُوا حَتَّىٰ قَوْمٍ عَلَىٰ أَنْعَمَهَا نِعْمَةً مُغَيِّرًا يَكُ لَمْ اللَّهَ بِأَنَّ ذَٰلِكَ
Artinya: “Demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak
akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan terhadap suatu kaum hingga
kaumitu merubah apa yng ada pada mereka sendiri dan sesungguhnyaAllah Maha
Mendengar Lagi Maha Mengetahui”. Al Anfaal:53)
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas penulis merumuskan
beberapa permasalahan yang akan di bahas pada bab pembahasan di belakang
diantaranya yaitu:
1.
Apa yang dimaksud pasar tenaga kerja?
2.
Bagaimana tenaga kerja dalam
perspektif Islam?
3.
Bagaimana Kontrak Tenaga Kerja
(Ijarah) dalam Perspektif Ekonomi Islam?
4.
Bagaimana bentuk Kurva Penawaran Tenaga
Kerja dengan Mashlahah Marginal
Konstan?
5.
Bagaimana Batas Penawaran Tenaga
Kerja?
6.
Bagaimana Efek berkah
terhadap penawaran tenaga kerja?
7.
Bagaimana Penawaran Tenaga Kerja Dan Input?
8.
Bagaimana Pemaknaan Pemekerjaan
Penuh (Full Employment)?
C. Tujuan
Rumusan masalah diatas memberikan
penulis pemikiran bahwa tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
a.
Agar mengetahui definisi pasar
tenaga
b.
Agar mengetahui tenaga kerja
dalam perspektif Islam
c.
Agar mengetahui Kontrak Tenaga Kerja
(Ijarah) dalam Perspektif Ekonomi Islam
d.
Agar mengetahui bentuk Kurva
Penawaran Tenaga Kerja dengan Mashlahah Marginal
Konstan.
e.
Agar mengetahui Batas Penawaran
Tenaga Kerja?
f.
Agar mengetahui Efek
berkah terhadap penawaran tenaga kerja
g.
Agar mengetahui Penawaran Tenaga Kerja
Dan Input
h.
Agar mengetahui Pemaknaan
Pemekerjaan Penuh (Full Employment)
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pasar
Tenaga Kerja
Pasar
Tenaga kerja adalah suatu keadaan dimana terdapat penawaran tenaga kerja yang
berasal dari angkatan kerja dan permintaan tenaga kerja yang berasal dari
perusahaan. Pasar tenaga kerja sangat dinamik, karena setiap saat terjadi
perubahan jumlah angkatan kerja, baik karena penambahan dari mereka yang baru
lulus sekolah dan masuk kedalam kelompok angkatan kerja ataupun pengurangan
karena seseorang keluar dari kelompok angkatan kerja baik karena alasan pensiun
dan lainnya.
Lesu
atau maraknya pasar tenaga kerja akan sangat tergantung kepada kondisi
perekonomian. Pada saat perekonomian dalam kondisi baik, mestinya permintaan
akan tenaga kerja akan lebih tinggi, sedangkan pada saat perekonomian lesu,
maka permintaan akan tenaga kerja juga akan turut lesu. Pada saat permintaan
akan tenaga kerja tinggi, maka tingkat pengangguran akan rendah, sebaliknya
jika permintaan akan tenaga kerja rendah, maka tingkat pengangguran akan
meningkat. Selain itu, lesu atau maraknya pasar tenaga kerja akan menentukan
besar atau tidaknya upah yang diterima oleh seorang pekerja. Semakin tinggi
permintaan akan tenaga kerja, sedangkan penawaran tenaga kerja terbatas akan
berdampak pada naiknya upah, sebaliknya jika permintaan tenaga kerja sedikit
sedangkan penawaran tenaga kerja meningkat, maka upah akan turun.[1]
2. Tenaga
Kerja dalam Perspektif Ekonomi Islam
Menurut
Imam Syaibani: “Kerja merupakan usaha mendapatkan uang atau harga dengan cara
halal. Dalam Islam kerja sebagai unsur produksi didasari oleh konsep istikhlaf,
dimana manusia bertanggung jawab untuk memakmurkan dunia dan juga bertanggung
jawab untuk menginvestasikan dan mengembangkan harta yang diamanatkan Allah
untuk menutupi kebutuhan manusia.
Sedangkan
tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan
atau fikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas. Termasuk semua jenis kerja
yang dilakukan fisik atau pikiran. Tenaga kerja sebagai salah satu faktor
produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna
bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah buruh. Alam telah memberikan
kekayaan yang tidak terhitung tetapi tanpa usaha manusia semua akan tersimpan.
Islam
mendorong umatnya untuk bekerja dan memproduksi, bahkan menjadikannya sebagai
sebuah kewajiban terhadap orang-orang yang mampu, lebih dari itu Allahakan
memberi balasan yang setimpal yang sesuai dengan amal/kerja sesuai dengan
firman Allah dalam QS an-Nahl(16) ayat
97:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Sedangkan Hadis Nabi yang berkaitan dengan bekerja dapat
dikemukakan antara lain:
1.
Dari Ibnu Umar r.a ketika Nabi ditanya: Usaha apakah
yang paling baik? Nabi menjawab yaitu pekerjaan yang dilkukan oleh dirinya sendiri
dan semua jual beli yang baik.
2.
HR. Imam Bukhari “Sebaik-baiknya
makanan yang dikonsumsi seseorang adalah makanan yang dihasilkan oleh kerja
kerasnya dan sesungguhnya Nabi Daud as mengonsumsi makanan dari hasil
keringatnya (kerja keras)”.
Al- Qur’an
memberi penekanan utama terhadap pekerjaan dan menerangkan dengan jelas bahwa
manusia diciptakan di bumi ini untuk bekerja keras untuk mencari penghidupan
masing-masing. Allah berfirman dala m QS. Al-Balad ayat 4:
كَبَدٍ فِي لْإِنْسَانَ ا خَلَقْنَا لَقَدْ
Artinya: Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia berad dalam susah payah”
Bentuk-bentuk kerja yang
disyariatkan dalam Islam adalah pekerjaan yang dilakukan dengan kemampuannya
sendiri dan bermanfaat, antara lain (an-Nabhani: 2002:74):
a) Menghidupkan
tanah mati (tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh satu
orang pun). HR. Imam Bukhari dari Umar Bin Khattab” siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah( mati yang telah
dihidupkan) tersebut adalah miliknya”.
b)
Menggali kandungan bumi
c)
Berburu
d)
Makelar (samsarah)
e)
Peseroan antara harta dengan tenaga (mudarabah)
f)
Mengairi lahan pertanian (musyaqah)
g)
Kontrak tenaga kerja (ijarah)
3. Kontrak Tenaga Kerja (Ijarah) dalam Perspektif
Ekonomi Islam
Ijarah
adalah pemilikan jasa dari seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh
musta’jir (orang yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak
musta’jir oleh seorang ajir. Atau dengan kata lain, ijarah merupakan transaksi
terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi.
Syarat
sah dan tidaknya transaksi ijarah tersebut adalah adanya jasa yang dikontrakkan
haruslah jasa yang mubah. Tidak diperbolehkan mengontrak seorang ajir untuk
memberikan jasa yang diharamkan. Hal-hal yang terkait dengan kesepakatan kerja
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Ketentuan kerja, ijarah
adalah manfaat jasa seseorang yang dikontrakkan untuk dimanfaatkan tenaganya.
Oleh karena itu, dalam kontrak kerjanya harus ditentukan bentuk kerjanya,
waktu, upah, serta tenaganya. Jenis pekerjaannya harus dijelskan, sehingga
tidak kabur, karena transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya adalah
fasid(rusak) dan waktunya harus ditentukan, misalnya disebutkan harian, bulanan, atau tahunan. Selain itu,
upah kerjanya juga harus ditetapkan. Dari Ibnu Mas’ud berkata: Nabi SAW
bersabda: “apabila salah seorang diantara
kalian mengontrak (tenaga) seorang ajir, maka hendaklah diberi tahu tentang
upahnya”.
2.
Bentuk
kerja, tiap pekerjaan yang halal maka hukum mengotraknya juga
halal. Di dalam ijarah tersebut harus tertulis jenis atau bentuk pekerjaan yang
harus dilakukan seorang ajir.
3.
Waktu kerja,
dalam transaksi ijarah harus disebutkan jangka waktu pekerjaan itu yang
dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian atau selesainya pekerjaan
tertentu. Selain itu, harus ada juga
perjanjian waktu bekerja bagi ajir.
4.
Gaji kerja, disyaratkan
juga honor transaksi ijarah tersebut
jelas, dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan ketidakjelasan. Kompensasi
transaksi ijarah boleh tunai dan boleh juga tidak dengan syarat harus jelas.
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis
dari Abi Said “Bahwa Nabi SAW melarang
mengontrak seorang ajir hingga upahnya menjadi jelas bagi ajir tersebut”.
Upah dapat digolongkan menjadi 2:
1.
Upah yang telah disebutkan (ajrul musamma) yaitu upah yang telah
disebutkan pada awal transaksi, syaratnya adalah ketika disebutkan harus
disertai adanya kerelaan (diterima) oleh kedua pihak.
2. Upah yang
sepadan (ajrul mistli) adalah upah
yang sepadan dengan kerjanya sepadan dengan kondisi pekerjaannya. Maksudnya
adalah harta yang menuntut sebagai kompensasi dalam suatu transaksi yang
sejenis pada umumnya.[2]
Pengupahan tenaga kerja didasarkan nilai produk marginal (value of marginal product) juga
didasarkan pada nilai keberkahan dan intensitas efisiensi. Berkah akan didapat
jika berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Kompensasi dengan memerhatikan
kontribusi tenaga kerja terhadap efisiensi prosuksi jelas lebih adil sebab
tenaga kerja mendapatkan imbalan yang lebih proporsional dari apa yang telah
mereka berikan. Jika produsen memperoleh kenaikan efisiensi (dimana tenaga
kerja memiliki kontribusi) sehingga keuntungannya juga naik, maka sangat logis
kalu tenaga kerja juga berhak terhadap kenaikan upah atau bagi hasil kenaikan
keuntungan ini. Tenaga kerja yang dalam hal ini berada dalam perspektif Islam,
selalu dituntut untuk terus belajar untuk memperoleh perbaikan termasuk dalam
hal bekerja. Perbaikan yang diperoleh dalam bekerja perlu memperoleh apresiasi
dari majikan dalam bentuk pemberian upah yang lebih tinggi. Pada akhirnya,
pekerja akan meningkatkan produktivitasnya lagi sehingga akan semakin
memberikan keuntungan kepada produsen, demikian seterusnya. [3]
4.Kurva Penawaran Tenaga Kerja dengan Mashlahah
Marginal Konstan
·
W= Upah
·
WP= Work For Pay
·
SL=Supply
Labor(jumlah permintaan tenaga kerja
WP
Ketika
upah (W) naik maka Wp harus naik pula. Hal ini merupakan hukum dari penawaran
tenaga kerja dipasar.[4]
Tujuan dari agen muslim adalah untuk
memaksimumkan mashlahah yang
diperoleh dari kerja yang dilakukannya, yaitu:
M= f(Wp, Ws,
Bwp, Bws)
Keterangan:
1)
Wp= work for
pay (bekerja untuk memperoleh upah)
2)
Work for
self (bekerja untuk diri sendiri)
3)
Bwp= berkah yang
ada dalam bekerja untuk memperoleh upah
4)
Bws= berkah yang
ada dalam bekerja untuk diri sendiri
Agen muslim
juga melihat dan menentukan jumlah
berkah rata-rata yang harus ada dari kegiatan yang dilakukan. Hal ini berperan
sebagai alat seleksi bagi kegiatan yang bisa dilakukan.dalam hal ini bisa
dilihat pada rumus berikut:[5]
Bp=
Bs=
5.Batas
Penawaran Tenaga Kerja
Pertanyaan
yang selalu muncul berkaitan dengan pengaruh upah terhadap jumlah jam kerja
yang ditawarkan adalah seberapa jauh seorang tenaga kerja akan tetap menambah
jam kerjanya seandainya upahnya terus mengalami kenaikan? Pertanyaan ini
terutama berkaitan dengan adanya batasan jumlah waktu yang tersedia bagi
masing-masing tenaga kerja yang ada. Secara lebih spesifik pertanyaan ini
diarahkan untuk mengetahui bagaimana perilaku tenaga kerja terhadap kenaikan
upah ketika jumlah waktu bebas yang dipunyai semakin menipis.
Jawaban
mengenai ini secara implisit diterangkan dalam persamaan:
Jika jumlah Wp semakin meningkat maka jumlah
tambahan pada Wp semakin menurun,
sesuai dengan hukum penurunan marginal maslahah.
Hal inipun sebenarnya bisa dirasakan berdasarkan intuisi, yaitu bahwa
ketika seorang tenaga kerja mengalami kenaikan upah secara terus-menerus maka
ketika jumlah jam kerja Wp masih
rendah maka mereka akan meningkat Wp. Dalam
tahap ini dampak dari berlakunya hukum marjinal mashlahah masih belum begitu
terasa. Namun ketika upah terus naik dan telah mencapai tingkat yang tinggi dan
jumlah jam kerja, Wp, yang ditawarkan
sudah mencapai jumlah yang tinggi pula, maka dampak dari berlakunya hukum
penurunan marjinal maslahah sudah mulai mendominasi, tambahan manfaat yang
diterima( dWp) terasa sudah sangat kecil. Dalam tahap ini seorang tenaga kerja
semakin merasakan bahwa waktu sisa yang dimiliki semakin menipis. Ketika proses
ini terus berjalan dan sisa waktu yang ada sudah tidak ada lagi, maka pada saat
ini besarnya dWp sama dengan nol. Inkuitasinya adalah bahwa pekerja yang
bersangkutan tidak lagi merespon kenaikan tingkat upah. Proses dari semua ini
ditunjukan oleh gambar dibawah ini.
SL
Gambar:
Kurva Penawaran Tenaga Kerja dengan Mashlahah Marginal Menurun
Hasil di atas di peroleh dengan mengenakan asumsi cateris paribus. [6]
6. Efek Berkah Terhadap Penawaran Tenaga Kerja
Dalam
kasus dimana ketika batas maksimum waktu bekerja telah tercapai kemudian
terdapat perubahan jumlah
berkah yang ada, maka akan terjadi perubahan pada hasil analisis yang
akan diperoleh. Untuk mengetahui hal ini lebih detail maka kita kembali melihat
persamaan diatas. Dalam keseimbangan yang
tunjukan dalam persamaan tersebut kemudia tingkat upah (W), naik tidak
ceteris paribus maka penyebut dari luas kanan dalam persamamaan tersebut harus
naik untuk tetap berada pada keseimbangan (mashlahah yang optima). Sementara
berkah sudah di tentukan kondisinya, yaitu menjadi lebih besar.
Dengan demikian
maka tidak ada jalan lain untuk menurun terma yang ada dalam penyebut dari
persamaan tersebut kecuali dengan terus menurunkan Wp meskipun saat itu dWp
besarnya sudah mencapai nol yang maknanya penawaran tenaga kerjanya sudah
mencapai batas atas. Dalam keadaan normal tenaga kerja sudah tidak mau lagi
menambah jumlah jam kerja, tetapi dalam kasus ini dimana berkah yang di hasilkan
dari bekerja naik, maka tenaga kerja yang bersangkutan akan tetap berkeinginan
untuk menambah jumlah jam kerja dengan konsekuensi mengurangi jumlah reserpasi
waktu luang. Kondisi ini bisa di lihat pada gambar di bawah ini.
W SL1 SL2
Wp
Wp1 W P2
7.
Penawaran Tenaga Kerja Dan Input
Tenaga
kerja merupakan faktor utama dalam
berproduksi. Bahkan banyak pemkiran yang menyatakan bahwa tenaga kerja
merupakan satu-satunya faktor produksi. Memang pendapat ini agak ekstrem, namun
dalam beberapa hal, pendapat ini mendapat dukungan dari kenyataan yang ada. Tenaga telah
mengubah berbagai input menjadi output, yang mana tersebut pada akhirnya akan
menjadi input dari proses produksi barang yang lain, demikian seterusnya.
Misalnya,
produksi suatu barang dengan menggunakan input bahan baku yang merupakan bahan
galian (tambang). Bisa dilihat disini bahwa bahan baku tersebut tidak bisa
masuk dengan sendirinya ke gudang pabrik tanpa melibatkan input tenaga kerja
yang harus menggalinya dari tanah, mentransportkan dan menggudangkannya. Dalam
kasus yang lain, bahan baku yang merupakan produk setengah jadi juga tidak bisa
dilepaskan unsur tenaga kerja dalam pengadaannya.
Dalam
kasus yang lebih ekstrem, sekalipun tenaga kerja bisa disubtitusi oleh
peralatan ataupun robot namun hal ini tidak dapat dilepaskan dari unsur tenaga
kerja yang menciptakan alat maupun robot tersebut. Dengen demikian, bisa
dikatakan bahwa semuanya bergantung pada tenaga kerja, oleh karenanya hal
tersebut telah menjadi dasar argumen untuk menentukan tenaga kerja sebagai
input utama dalam berproduksi.
(a)
W SL
(b)
L
Full employment L
Dari gambar panel (a) diatas menunjukan keseluruhan proses
penawaran tenaga kerja dalam suatu
perekonomian. Sementara dalam panel (b) menunjukan jumlah maksimum tenaga kerja
yang tersedia untuk melakukan kegiatan
produksi dalam suatu perekonomian. Bisa dikatakan bahwa panel (b) merupakan
kasus khusus dimana semua orang sudah bekerja, apa pun jenis pekerjaannya.
Dalam analisis selanjutnya nanti, kondisi yang akan dipakai adalah situasi yang
direpresentasikan dalam panel (b) di
atas. Hal ini mengingatkan bahwa dalam Islam, kerja adalah salah satu prinsip :
bahwa setiap orang Islam di perintahkan untuk bekerja . orang yang tidak
bekerja akan mengantungkan dirinya pada orang lain, yang berarti menempatkan
tangan mereka “di bawah” tangan-tangan orang lain. Dengan tidak bekerja dia
juga telah menyia-nyikan tenaganya yang
merupakan sumber daya dan harta yang bermanfaat. Ini berarti ia telah melakukan
pentabdiran atas sumber daya/harta yang ada padanya dan ini di kecam oleh
Allah. Sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya dalam Al-quran yang mengatakan hal
ini sebagai kawan setan. Inilah argumen yang dipakai di sini untuk mengatakan
bahwa setiap orang sudah bekerja yang berarti perekonomian berada pada kondisi
seluruhnya bekerja(full employment).
I=i(X,Y)
L= i(X,Y)
QL
Q
X
(a)
(b)
Gambar Transformasi
Penawaran Tenaga Kerja ke Output Agrerat
Gambar ini menunjukan proses
transformasi input tenaga kerja menjadi input yang digunakan untuk produksi di
seluruh perekonomian dalam kasus ini tenaga kerja yang ada dipergunakan untuk
memproduksikan semua output yang ada. Sebagai catatan, meskipun jumlah input
yang sama , namun bisa menghasilakan output yang berbeda pada satu titik yang
berbeda pada satu titik pilihan (kombinasi) dengan yang lainnya. Hal ini
disebabkan oleh tingkat eksplorasi terhadap efesiensi oleh agen produksi. Pada
tingkat efesiensi yang maksimum, input yang ada mampu menghasilkan tambahan
output yang terbesar.[7]
8.Pemaknaan
Pemekerjaan Penuh (Full Employment)
Dalam
perekonomian Islam jika setiap agen melaksanakan nilai-nilai Islam, maka akan
didapati kondisi seluruhnya bekerja (Full
employment). Pada situasi ini, setiap manusia yang ada telah bekerja sesuai
dengan tuntutan ajaran Islam, apapun pekerjaannya.
Setiap
agen ekonomi Islam mempunyai pilihan cara untuk bekerja untuk diri sendiri (work for self/Ws) ataupun bekerja untuk
memperoleh upah/gaji (work for pay/Wp).
Pengertian pemekerjaan penuh adalah ketika semua orang telah bekerja baik untuk
diri sendiri (Ws) maupun bekerja untuk memperoleh gaji/upah( Wp). Untuk
memahami konsep ini dan mengeksplorasinya lebih jauh, maka lihat gambar 1.
Gambar tersebut menunjukkan ketersediaan input yang ada dalam perekonomian yang
bisa digunakan untuk produksi. Hal ini tidak lain adalah gambar 1.b. setiap
titik yang ada pada kurva menunjukkan kombinasi barang yang bisa diproduksi
dengan seluruh input yang tersedia dalam perekonomian. Dalam perekonomian
Islam, situasi perekonomian selalu tepat berada pada kurva tersebut, yang tidak
lain adalah situasi pemekerjaan penuh (full
employment). Hal ini mengingat bahwa setiap agen ekonomi Islam akan selalu
bekerja sesuai dengan tuntutan nilai Islam. Namun terkait dengan isu efisiensi,
orang belum tentu bisa memenuhi tuntutan efisiensi. Sebagai contoh, ambil satu
titik kombinasi A pada gambar 1 panel (a) . pada tititk ini, tidak ada keraguan
untuk mengatakan bahwa ia adalah titik pemekerjaan penuh. Untuk mengetahui apakah
titik ini merupakan titik kombinasi yang mempunyai tingkat efisiensi yang
maksimum, marilah kita periksa dengan cara membandingkannya dengan titik
kombinasi lain; titik kombinasi B. Pada titik B ini jumlah barang X dn Y yang
bisa dihasilkan dengan sejumlah input yang ada dalam perekonomian lebih besar
dari yng da pada titik kombinasi A. Pada titik kombinasi A jumlah barang barang
X dan Y yang bisa diproduksi adalah sebesar X2 dan Y2. Selanjutnya
pada titik kombinsi C jumlah barang yang dihasilkan adalah sebesar X3
dan Y3. Pada gambar yang sama panel (b) disajikan penawaran
agrerat dari masing-masing titik kombinasi.
Titik
kombinasi B ini belum sepenuhnya mengeksplorasi potensi produksi yang ada
karena masih ada kemungkinan untuk terus meningkatkan produksi barang X
sehingga bisa diperoleh jumlah produksi agrerat (AS), yang terdiri dari jumlah
produksi barang X dan barang Y dalam jumlah yang lebih besar dalam
perekonomian. Pada titik kombinasi C perekonomian baru mampu mengeksplorasi
potensi produksi secara penuh. Hal ini
ditengarai oleh jumlah produksi agrerat (X+Y) pada titik kombinasi ini sebagai yang
tertinggi. Pergerakan ke arah kanan maupun ke kiri dari titik C ini akan
menghasilkan jumlah penawaran agrerat yang lebih kecil. Untuk itu titik C
merupakan titik kombnasi yang menghasilkan outpun tertinggi
Y3
X1 X2
X3 X
(b)
Q
X1+Y1 X2+Y2 X3+Y3
Gambar
tersebut menunujukkan bahwa tingkat pemekerjaan penuh (full employment) memungkinkan menghasilkan tingkat output yang
berbeda-beda. Apakah tingkat output agrerat (AS) yang paling tinggi akan
dipilih, jawabannya tergantung pada kemashlahatan yang akan dihasilkan secara
maksimum yang belum tentu hal ini ditunjukkan oleh output yang maksimum.[8]
BAB III
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
1.
Pasar Tenaga kerja adalah suatu
keadaan dimana terdapat penawaran tenaga kerja yang berasal dari angkatan kerja
dan permintaan tenaga kerja yang berasal dari perusahaan
2.
tenaga kerja adalah segala usaha dan
ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau fikiran untuk mendapatkan
imbalan yang pantas. tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang
dilakukan oleh anggota badan atau fikiran untuk mendapatkan imbalan yang
pantas.
3.
Ijarah adalah pemilikan jasa dari
seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang
mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh seorang
ajir. Atau dengan kata lain, ijarah merupakan transaksi terhadap jasa tertentu
dengan disertai kompensasi.
4.
(Full
employment). Pada situasi ini, setiap manusia yang ada telah bekerja sesuai
dengan tuntutan ajaran Islam, apapun pekerjaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Huda,Nurul , dkk., Ekonomi
Makro Islam, Jakarta:Kencana, 2008.
P3EI UIN Yogyakart,Ekonomi Islam,
Jakarta: Rajawali Pers,2009